UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN
TERBATAS
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa
perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional,perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang
kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dalam
rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang sekaligus
memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan
perekonomian di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu
undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya
iklim dunia usaha yang kondusif;
c. bahwa perseroan
terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan
landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
d. bahwa
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti
dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
membentuk
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
I. PENJELASAN UMUM
Pembangunan perekonomian nasional
yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan pembangunan perkonomian
nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang
perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Selama
ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal
dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam undang-undang
tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di
samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat,
kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai
dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance)
menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
Dalam undang-undang ini telah
diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa penambahan
ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama
yang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat Perseroan, di dalam
undang-undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam rangka memenuhi tuntutan
masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, undang-undang ini mengatur tata
cara:
1. pengajuan permohonan dan
pemberian pengesahan status badan hukum;
2. pengajuan permohonan dan
pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar;
3. penyampaian pemberitahuan dan
penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan/atau pemberitahuan dan
penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa
teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di
samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu.
Berkenaan dengan permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan, ditegaskan bahwa permohonan tersebut
merupakan wewenang pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau
dikuasakan kepada notaris.Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan dan akta
perubahan anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau diberitahukan kepada
Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian status
badan hukum, persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran
dasar, dan perubahan data lainnya, undang-undang ini tidak dikaitkan dengan
undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan. Untuk lebih memperjelas dan
mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam undang-undang ini
dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan
demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.
Undang-undang ini juga memperjelas
dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris.
Undang-undang ini mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan. Sesuai
dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, undang-undang ini
mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah
selain mempunyai Dewan Komisaris
juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan
agar sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam undang-undang ini ketentuan
mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar,
modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar Perseroan diubah
menjadi paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan
kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Mengenai pembelian
kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada prinsipnya tetap dapat
dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan menguasai saham yang telah dibeli
kembali paling lama 3 (tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba,
Undang-Undang ini menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan
cadangan wajib apabila Perseroan mempunyai saldo laba positif.
Dalam undang-undang ini diatur
mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang bertujuan mewujudkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan
masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan
Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma,
dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban
Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan
tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang ini mempertegas
ketentuan mengenai pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya status badan hukum
Perseroan dengan memperhatikan ketentuan dalam undang undang tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam rangka pelaksanaan dan
perkembangan undang-undang ini dibentuk tim ahli pemantauan hukum perseroan
yang tugasnya memberikan masukan kepada Menteri berkenaan dengan Perseroan.
Untuk menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli tersebut terdiri
atas berbagai unsur baik dari pemerintah, pakar/akademisi, profesi, dan dunia usaha.
Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek Perseroan,
maka undang-undang ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat serta
lebih memberikan kepastian hukum, khususnya kepada dunia usaha.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perseroan
Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
2. Organ Perseroan
adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.
3. Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat
pada umumnya.
4. Rapat Umum
Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
5. Direksi adalah
Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.
6. Dewan Komisaris
adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
7. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik
atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
8. Perseroan Publik
adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
9. Penggabungan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva
dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan
yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.
10. Peleburan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan
diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hokum Perseroan
yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
11. Pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas Perseroan tersebut.
12. Pemisahan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang
mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2
(dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena
hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.
13. Surat Tercatat
adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda
terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan.
14. Surat Kabar adalah
surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional.
15. Hari adalah hari
kalender.
16. Menteri adalah
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal
2
Perseroan harus
mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
Pasal
3
(1) Pemegang saham
Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan
melebihi saham yang dimiliki.
Penjelasan : Ketentuan dalam ayat
ini mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab
sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta
kekayaan pribadinya
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan
Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham
yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham
yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Perseroan; atau
d. pemegang saham
yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaa Perseroan menjadi
tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Penjelasan : Dalam hal-hal tertentu
tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas
tersebut apabila terbukti terjadi
hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini. Tanggung jawab pemegang saham sebesar
setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti,
antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta
kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang
dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dan huruf d.
Pasal
4
Terhadap Perseroan
berlaku undang-undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Penjelasan : Berlakunya
undang-undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad
baik, asas kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang
baik (good corporate governance) dalam menjalankan Perseroan. Yang
dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk
peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan perasuransian,
peraturan lembaga keuangan. Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran
dasar dan undang-undang ini yang berlaku adalah undang-undang ini.
Pasal
5
(1) Perseroan
mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia
yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan
mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
(3) Dalam
surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan
akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat
lengkap Perseroan.
Penjelasan : Tempat kedudukan
Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan. Perseroan wajib mempunyai
alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang harus disebutkan, antara lain
dalam surat - menyurat dan melalui
alamat tersebut Perseroan dapat dihubungi.
Pasal
6
Perseroan
didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana
ditentukan dalam anggaran dasar.
Penjelasan : Apabila Perseroan
didirikan untuk jangka waktu terbatas, lamanya jangka waktu tersebut harus
disebutkan secara tegas, misalnya untuk waktu 10 (sepuluh) tahun, 20 (dua
puluh) tahun, 35 (tiga puluh lima) tahun, dan seterusnya. Demikian juga apabila
Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas harus disebutkan secara
tegas dalam anggaran dasar.
BAB II
PENDIRIAN,
ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR
PERSEROAN
DAN PENGUMUMAN
Bagian
Kesatu
Pendirian
Pasal
7
(1) Perseroan
didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalamnbahasa
Indonesia.
Pennjelasan : Yang dimaksud dengan
“orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing
atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalam ayat ini menegaskan prinsip
yang berlaku berdasarkan undang-undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum,
Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1
(satu) orang pemegang saham
(2) Setiap pendiri Perseroan
wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
Penjelasan : Dalam hal Peleburan
seluruh aktiva dan pasiva Perseroan yang meleburkan diri masuk menjadi modal
Perseroan hasil Peleburan dan pendiri tidak mengambil bagian saham sehingga
pendiri dari Perseroan hasil Peleburan adalah Perseroan yang meleburkan diri
dan nama pemegang saham dari Perseroan hasil Peleburan adalah nama pemegang
saham dari Perseroan yang meleburkan diri.
(4) Perseroan
memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan.
(5) Setelah Perseroan
memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua)
orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut
pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang
lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
(6) Dalam hal jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap
kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas
segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan,
pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
(7) Ketentuan yang
mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi:
Penjelasan : Karena status dan
karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat ini diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
a. Persero yang
seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“persero” adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan yang
modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam undang-undang tentang badan
usaha milik negara
b. Perseroan yang
mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undangundang tentang
Pasar Modal.
Pasal
8
(1) Akta pendirian
memuat anggaran dasar dan keterangan la in berkaitan dengan pendirian Perseroan.
(2) Keterangan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama lengkap,
tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri
perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal
keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
Penjelasan : Dalam mendirikan
Perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya
badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia. Namun, kepada warga negara asing atau badan hukum
asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk
Perseroan sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut
memungkinkan, atau pendirian Perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.Dalam
hal pendiri adalah badan hukum asing, nomor dan tanggal pengesahan badan hukum
pendiri adalah dokumen yang sejenis dengan itu, antara lain certificate of incorporation.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukan peraturan
pemerintah tentang penyertaan dalam Perseroan atau peraturan daerah tentang penyertaan
daerah dalam Perseroan.
b. nama lengkap,
tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota
Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
c. nama pemegang
saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai
nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Penjelasann : Yang dimaksud dengan
“mengambil bagian saham” adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham
pada saat pendirian Perseroan. Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai
nominal sehingga menimbulkan selisih antara nilai yang sebenarnya dibayar
dengan nilai nominal, selisih tersebut dicatat dalam laporan keuangan sebagai
agio.
(3) Dalam pembuatan
akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
Pasal
9
(1) Untuk memperoleh
keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan
melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik
kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat
kedudukan Perseroan;
b. jangka waktu
berdirinya Perseroan;
c. maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal
dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap
Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum” adalah jenis
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum
Perseroan.
(2) Pengisian format
isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan nama
Perseroan.
(3) Dalam hal pendiri
tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pasal
10
(1) Permohonan untuk
memperoleh keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus
diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
(2) Ketentuan mengenai
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
menteri.
(3) Apabila format
isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas
permoho nan yang bersangkutan secara elektronik.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“langsung” dalam ketentuan ini adalah pada saat yang bersamaan dengan saat
pengajuan permohonan diterima
(4) Apabila format
isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta
alasannya kepada pemohon secara elektronik.
(5) Dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak
berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan
wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen
pendukung.
(6) Apabila semua
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap,
paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan
badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“tanda tangan secara elektronik” adalah tanda tangan yang dilekatkan atau
disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan
keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang
berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.
(7) Apabila
persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut
kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur.
Penjelasan : Lihat penjelasan ayat
(3).
Yang dimaksud dengan “langsung” dalam
ketentuan ini adalah pada saat yang bersamaan dengan saat pengajuan permohonan
diterima
(8) Dalam hal
pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Penjelasan : Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat ini tidak dikenakan biaya tambahan.
(9) Dalam hal
permohonan untuk memperoleh keputusan menteri tidak diajukan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya
jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum
bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10) Ketentuan jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi permohonan pengajuan
kembali.
Pasal
11
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum mempunyai atau tidak
dapat digunakan jaringan elektronik diatur dengan peraturan menteri.
Pasal
12
(1) Perbuatan hukum
yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh
calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian.
Penjelasan : Dalam ketentuan ini
“perbuatan hukum” yang dimaksud, antara lain perbuatan hukum yang dilakukan
oleh calon pendiri dengan pihak lain yang akan diperhitungkan dengan
kepemilikan dan penyetoran saham calon pendiri dalam Perseroan.
(2) Dalam hal perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan
akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“dilekatkan” adalah penyatuan dokumen yang dilakukan dengan cara melekatkan atau
menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.
(3) Dalam hal
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik,
nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta
otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan.
(4) Dalam hal
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi,
perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat
Perseroan.
Pasal
13
(1) Perbuatan hukum
yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan,
mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama
Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban
yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.
Penjelasan : Ketentuan ini mengatur
tata cara yang harus ditempuh untuk mengalihkan kepada Perseroan hak dan/atau
kewajiban yang timbul dari perbuatan calon pendiri yang dibuat sebelum
Perseroan didirikan melalui
penerimaan secara tegas atau pengambilalihan hak dan kewajiban yang timbul dari
perbuatan hukum dimaksud.
(2) RUPS pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
(3) Keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang
saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan
suara bulat.
(4) Dalam hal RUPS
tidak diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara
pribadi atas segala akibat yang timbul.
(5) Persetujuan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan apabila perbuatan hukum
tersebut dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri
sebelum pendirian Perseroan.
Pasal
14
(1) Perbuatan hukum
atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh
dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota
Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng
atas perbuatan hukum tersebut.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“perbuatan hukum atas nama Perseroan” adalah perbuatan hukum, baik yang
menyebutkan Perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan
Perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum. Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat melakukan
perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum,
tanpa persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan
Komisaris.
(2) Dalam hal
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama
Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi
tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan ”tanggung jawab
pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan” adalah tanggung jawab
pendiri yang melakukan perbuatan tersebut secara pribadi dan Perseroan tidak
bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan pendiri tersebut
(3) Perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung jawab
Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum.
(4) Perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab
Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham
dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemega ng saham Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“dihadiri” adalah dihadiri sendiri ataupun diwakilkan berdasarkan surat kuasa.
(5) RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus diselenggarakan paling
lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
Bagian
Kedua
Anggaran
Dasar dan Perubahan Anggaran Dasar
Paragraf
1
Anggaran
Dasar
Pasal
15
(1) Anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat
kedudukan Perseroan;
b. maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu
berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah
modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham,
klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak
yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f. nama jabatan
dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan
tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara
pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“tata cara pengangkatan” adalah termasuk prosedur emilihan, antara lain pemilihan secara lisan
atau dengan surat tertutup dan pemilihan calon secara perseorangan atau paket.
i. tata cara
penggunaan laba dan pembagian dividen.
(2) Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan
lain yang tidak bertentangan dengan undang- undang ini.
(3) Anggaran dasar
tidak boleh memuat:
a. ketentuan
tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
b. ketentuan
tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal
16
(1) Perseroan tidak
boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai
secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama Perseroan
lain;
b. bertentangan
dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c. sama atau mirip
dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional,
kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
d. tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan
tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
e. terdiri atas
angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk
kata; atau
f. mempunyai arti
sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
(2) Nama Perseroan
harus didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”.
(3) Dalam hal
Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada
akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.
Penjelasan : Dalam hal tidak ada
tulisan singkatan “Tbk”, berarti Perseroan itu berstatus tertutup
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pasal
17
(1) Perseroan
mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara
Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
Penjelasan : Ketentuan pada ayat (1)
tidak menutup kemungkinan Perseroan mempunyai tempat kedudukan di desa atau di
kecamatan sepanjang anggaran dasar mencantumkan nama kota atau kabupaten dari
desa dan kecamatan tersebut. Contoh: PT A bertempat kedudukan di desa
Bojongsari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
(2) Tempat kedudukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Pasal
18
Perseroan harus
mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran
dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan : Maksud dan tujuan merupakan
usaha pokok Perseroan. Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh
Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara
jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan
dengan anggaran dasar.
Paragraf
2
Perubahan
Anggaran Dasar
Pasal
19
(1) Perubahan anggaran
dasar ditetapkan oleh RUPS.
(2) Acara mengenai
perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS.
Pasal
20
(1) Perubahan anggaran
dasar Perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan, kecuali
dengan pesetujuan kurator.
Penjelasan : Persetujuan kurator
dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan perubahan anggaran dasar. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya penolakan oleh kurator
sehingga berakibat keputusan perubahan anggaran dasar menjadi batal.
(2) Persetujuan
kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam permohonan persetujuan
atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
Pasal
21
(1) Perubahan anggaran
dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran
dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama Perseroan
dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu
berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal
dasar;
e. pengurangan modal
f. ditempatkan dan
disetor; dan/atau
Penjelasan : Perubahan anggaran
dasar dari status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya meliputi perubahan
seluruh ketentuan anggaran dasar sehingga persetujuan menteri diberikan atas
perubahan seluruh anggaran dasar tersebut.
g. status Perseroan
yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan anggaran
dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada
Menteri.
(4) Perubahan anggaran
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan
dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(5) Perubahan anggaran
dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus
dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal keputusan RUPS.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“harus dinyatakan dengan akta notaris” adalah harus dalam bentuk akta
pernyataan keputusan rapat atau akta perubahan anggaran dasar.
(6) Perubahan anggaran
dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas waktu 30
(tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta
notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
(8) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan
perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
(9) Setelah lewat
batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) permohonan
persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan atau
disampaikan kepada Menteri.
Penjelasan : Dalam hal permohonan
tetap diajukan, Menteri wajib menolak permohonan atau pemberitahuan tersebut.
Pasal
22
(1) Permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya
Perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar harus diajukan kepada Menteri
paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir.
Penjelasan : Ketentuan pada ayat ini
tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (7).
Contoh:
Perseroan didirikan untuk 50 (lima
puluh) tahun dan akan berakhir pada tanggal 15 November 2007 sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) apabila jangka waktu berdirinya
Perseroan akan diperpanjang, permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar
mengenai perpanjangan jangka waktu tersebut harus sudah diajukan kepada Menteri
paling lambat tanggal 15 September 2007.
Dalam hal RUPS telah mengambil
keputusan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut pada tanggal 1 Agustus 2007
dan telah dinyatakan dalam akta Notaris pada tanggal 7 Agustus 2007, pengajuan
permohonan kepada Menteri harus diajukan paling lambat 7 September 2007.
Dalam hal RUPS untuk perpanjangan
jangka waktu tersebut diadakan pada tanggal 20 Agustus 2007, perpanjangan
jangka waktu tersebut harus dinyatakan dalam akta Notaris dan diajukan
permohonannya kepada Menteri paling lambat pada tanggal 15 September 2007 sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2) Menteri memberikan
persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan.
Pasal
23
(1) Perubahan anggaran
dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal
diterbitkannya keputusan menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.
(2) Perubahan anggaran
dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal
diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku dalam hal
undangundang ini menentukan lain.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“undang-undang ini menentukan lain” adalah, antara lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 dan Pasal 26 undang-undang ini yang mengatur adanya persyaratan
yang harus dipenuhi sebelum berlakunya keputusan menteri atau adanya tanggal
kemudian yang ditetapkan dalam keputusan menteri, yang memuat syarat tunda yang
harus dipenuhi lebih dahulu atau tanggal kemudian
Pasal
24
(1) Perseroan yang
modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan
Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal,
wajib mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf
f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria
tersebut.
(2) Direksi Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan pernyataan pendaftaran
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal
25
(1) Perubahan anggaran
dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka mulai
berlaku sejak tanggal:
a. efektif pernyataan
pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal bagi
Perseroan Publik; atau
b. dilaksanakan
penawaran umum, bagi Perseroan yang mengajukan pernyataan pendaftaran kepada
lembaga pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan penawaran umum saham
sesuai dengan ketent uan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Dalam hal
pernyataan pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak
menjadi efektif atau Perseroan yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melaksanakan penawaran umum saham, Perseroan
harus mengubah kembali anggaran dasarnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah
tanggal persetujuan Menteri.
Pasal
26
Perubahan anggaran
dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau Pengambilalihan
berlaku sejak
tanggal:
a. persetujuan
Menteri;
b. kemudian yang
ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“tanggal kemudian yang ditetapkan” adalah tanggal setelah tanggal persetujuan
Menteri.
c. pemberitahuan
perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan
dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan” adalah tanggal yang
telah disepakati oleh para pihak dan merupakan
tanggal setelah tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar
oleh Menteri.
Pasal
27
Permohonan
persetujuan atas perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(2) ditolak apabila:
a. bertentangan
dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar;
b. isi perubahan
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum,
dan/atau kesusilaan; atau
c. terdapat
keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.
Pasal
28
Ketentuan mengenai
tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh keputusan menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan, dan keberatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9, Pasal 10, dan Pasal 11 mutatis mutandis berlaku bagi pengajuan permohonan persetujuan
perubahan anggaran dasar dan keberatannya.
Bagian
Ketiga
Daftar
Perseroan dan Pengumuman
Paragraf
1
Daftar
Perseroan
Pasal
29
(1) Daftar Perseroan
diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Daftar Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang
(3) Perseroan yang
meliputi:
a. nama dan tempat
kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan
permodalan;
b. alamat lengkap
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
c. nomor dan
tanggal akta pendirian dan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“perubahan data Perseroan” adalah antara lain data tentang pemindahan hak atas
saham, penggantian anggota Direksi dan Dewan Komisaris, pembubaran Perseroan.
d. nomor dan
tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1);
e. nomor dan
tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
f. nama dan tempat
kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran
dasar;
g. nama lengkap
dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris
Perseroan;
h. nomor dan
tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang
pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
i. berakhirnya
status badan hukum Perseroan;
j. neraca dan
laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib
diaudit.
(4) Data Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam daftar Perseroan pada
tanggal yang bersamaan dengan tanggal:
a. Keputusan
menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan
anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
b. Penerimaan
pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau
c. Penerimaan
pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran
dasar.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mengenai nama lengkap dan alamat pemegang
saham Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
(6) Daftar Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
(7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai daftar Perseroan diatur dengan peraturan menteri.
Paragraf
2
Pengumuman
Pasal
30
(1) Menteri
mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:
a. akta pendirian
Perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4);
b. akta perubahan
anggaran dasar Perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1);
c. akta perubahan
anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak
diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB
III
MODAL
DAN SAHAM
Bagian
Kesatu
Modal
Pasal
31
(1) Modal dasar
Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai
nominal.
Pasal
32
(1) Modal dasar
Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Undang-undang yang
mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal
Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“kegiatan usaha tertentu”, antara lain usaha perbankan, asuransi, atau freight
forwarding.
(3) Perubahan besarnya
modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Penjelasan : Ketentuan pada ayat ini
diperlukan untuk mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian.
Pasal
33
(1) Paling sedikit 25%
(dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
harus ditempatkan dan disetor penuh.
(2) Modal ditempatkan
dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti
penyetoran yang sah.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“bukti penyetoran yang sah”, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam
rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.
(3) Pengeluaran saham
lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan
harus disetor penuh.
Penjelasan : Ketentuan ini
menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur.
Pasal
34
(1) Penyetoran atas
modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
Penjelasan : Pada umumnya penyetoran
saham adalah dalam bentuk uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran
saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak
berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh
Perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai
rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat
kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran
tersebut.
(2) Dalam hal
penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang
ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi
dengan Perseroan.
Penjelasan : Nilai wajar setoran
modal saham ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Jika nilai pasar tidak tersedia,
nilai wajar ditentukan berdasarkan teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik
setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik. Yang dimaksud dengan
“ahli yang tidak terafiliasi” adalah ahli yang tidak mempunyai:
a. hubungan keluarga karena
perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun
vertikal dengan pegawai, anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau pemegang saham
dari Perseroan;
b. hubungan dengan Perseroan karena
adanya kesamaan satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris;
c. hubungan pengendalian dengan
Perseroan baik langsung maupun tidak langsung; dan/atau
d. saham dalam Perseroan sebesar 20%
(dua puluh persen) atau lebih.
(3) Penyetoran saham
dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat
Kabar atau lebih,
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani
atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.
Penjelasan : Maksud diumumkannya
penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak dalam Surat Kabar, adalah
agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan
untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tersebut sebagai setoran
modal saham, misalnya ternyata diketahui benda tersebut bukan milik penyetor.
Pasal
35
(1) Pemegang saham dan
kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak dapat
menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham
yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS.
Penjelasan : Diperlukannya
persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk menegaskan
bahwa hanya dengan persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasi karena dengan
disetujuinya kompensasi, hak didahulukan pemegang saham lainnya untuk mengambil
saham baru dengan sendirinya dilepaskan.
(2) Hak tagih terhadap
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi dengan
setoran sahamadalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul
karena:
Penjelasan : Berdasarkan ketentuan
pada ayat ini, bunga dan denda yang terutang sekalipun telah jatuh waktu dan harus dibayar karena secara
nyata tidak diterima oleh Perseroan, tidak dapat dikompensasikan sebagai
setoran saham.
a. Perseroan telah
menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang
dapat dinilai dengan uang;
b. pihak yang
menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang
Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau
Penjelasan : Yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang
Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sehingga mempunyai hak tagih
terhadap Perseroan.
c. Perseroan
menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima
manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung
atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah kewajiban pembayaran utang oleh Perseroan dalam
kedudukannya sebagai penanggung atau penjamin menjadi hapus hak tagih kreditor dikompensasi
dengan setoran saham yang dikeluarkan oleh Perseroan.
(3) Keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan
mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal
36
(1) Perseroan dilarang
mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan
lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Penjelasan : Pada prinsipnya,
pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka kewajiban
penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian, Pasal
ini menentukan bahwa Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri.
Larangan tersebut termasuk juga
larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila
Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham
Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian kepemilikan silang secara
langsung adalah apabila Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua
tanpa melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau lebih dan
sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama. Pengertian kepemilikan
silang secara tidak langsung adalah kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada
Perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau lebih dan
sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama.
(2) Ketentuan larangan
kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap
kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau
hibah wasiat.
Penjelasan : Kepemilikan saham yang
mengakibatkan pemilikan saham oleh Perseroan sendiri atau pemilikan saham
secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh
berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat oleh karena dalam hal
ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana dari pihak lain
sehingga tidak melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Saham yang
diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak
lain yang tidak di larang memiliki saham dalam Perseroan.
(4) Dalam hal
Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek, berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“perusahaan efek” adalah sebagaimana dimaksud dalam undangundang tentang Pasar
Modal
Bagian
Kedua
Perlindungan
Modal dan Kekayaan Perseroan
Pasal
37
(1) Perseroan dapat
membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
Penjelasan : Pembelian kembali saham
Perseroan tidak menyebabkan pengurangan modal, kecuali apabila saham tersebut
ditarik kembali.
a. pembelian
kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi
lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah
disisihkan; dan
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“kekayaan bersih” adalah seluruh harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh
kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh
RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.
b. jumlah nilai
nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau
jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan
lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan,
tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam
Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
(2) Pembelian kembali
saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan
ayat (1) batal karena hukum.
(3) Direksi secara
tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham
yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Saham yang dibeli
kembali Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh dikuasai
Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun.
Penjelasan : Ketentuan jangka waktu
3 (tiga) tahun pada ayat ini dimaksudkan agar Perseroan dapat menentukan apakah
saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal.
Pasal
38
(1) Pembelian kembali
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya lebih
lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan
lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Keputusan RUPS
yang memuat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan
sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah
suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam undang-undang ini
dan/atau anggaran dasar.
Pasal
39
(1) RUPS dapat
menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“pelaksanaan” adalah penentuan tentang saat, cara pembelian kembali saham, dan
jumlah saham yang akan dibeli kembali, tetapi tidak termasuk hal-hal yang
menjadi tugas Direksi dalam pembelian kembali saham, seperti melakukan pembayaran,
menyimpan surat saham, dan mencatatkan dalam daftar pemegang saham.
(2) Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk
jangka waktu yang sama.
(3) Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali
oleh RUPS.
Pasal
40
(1) Saham yang
dikuasai Perseroan karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah atau
hibah wasiat, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan
tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai
dengan ketentuan undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapat pembagian dividen. Bagian Ketiga
Penambahan
Modal
Pasal
41
(1) Penambahan modal
Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“modal Perseroan“ adalah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
(2) RUPS dapat
menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu paling
lama1 (satu) tahun.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“pelaksanaan” pada ayat ini adalah penentuan saat, cara, dan jumlah penambahan modal yang tidak melebihi
batas maksimum yang telah ditetapkan oleh RUPS, tetapi tidak termasuk hal-hal
yang menjadi tugas Direksi dalam penambahan modal, seperti
menerima setoran saham dan
mencatatnya dalam daftar pemegang saham.
(3) Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali
oleh RUPS.
Pasal
42
(1) Keputusan RUPS
untuk penambahan modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Keputusan RUPS
untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah
sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian
dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2
(satu perdua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali
ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“jumlah saham dengan hak suara” adalah jumlah seluruh saham dengan hak suara
yang telah dikeluarkan oleh Perseroan.
Yang dimaksud dengan “kecuali
ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar” adalah kuorum yang ditetapkan
dalam anggaran dasar lebih tinggi daripada kuorum yang ditentukan pada ayat ini
(3) Penambahan modal
sebagaimana dimaksud pada ayat wajib diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar Perseroan.
Pasal
43
(1) Seluruh saham yang
dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada
setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang
sama.
(2) Dalam hal saham
yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya
belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh
pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
(3) Penawaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pengeluaran saham:
a. ditujukan
kepada karyawan Perseroan;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“saham yang ditujukan kepada karyawan Perseroan”, antara lain saham yang
dikeluarkan dalam rangka ESOP (employee stocks option program) Perseroan
dengan segenap hak dan kewajiban yang melekat padanya.
b. ditujukan
kepada pemegang obligasi atau efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham,
yang telah dikeluarkan dengan persetujuan RUPS; atau
c. dilakukan dalam
rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi yang telah disetujui oleh RUPS.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“reorganisasi dan/atau restrukturisasi”, antara lain Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, kompensasi piutang, atau Pemisahan.
(4) Dalam hal pemegang
saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggunakan hak untuk membeli
dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang
tidak diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“jangka waktu 14 (empat belas) hari” termasuk batas waktu bagi pemegang saham
untuk mengambil bagian dari pemegang saham lain yang tidak menggunakan haknya
Bagian
Keempat
PenguranganModal
Pasal
44
(1) Keputusan RUPS
untuk pengurangan modal Perseroan adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran
dasar sesuai ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“pengurangan modal” adalah pengurangan modal dasar, modal ditempatkan, dan
modal disetor. Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor dapat
terjadi dengan cara menarik kembali
saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus atau dengan cara menurunkan nilai
nominal saham.
(2) Direksi wajib
memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua
kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
Pasal
45
(1) Dalam jangka waktu
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai
alasannya kepada Perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada
Menteri.
(2) Dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterima, Perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan
yang diajukan.
(3) Dalam hal
Perseroan:
a. menolak keberatan
atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban Perseroan diterima; atau
b. tidak
memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
keberatan diajukan kepada Perseroan, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal
46
(1) Pengurangan modal
Perseroan merupakan perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan
Menteri.
(2) Persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila:
a. tidak terdapat
keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (1);
b. telah dicapai
penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau
c. gugatan
kreditor ditolak oleh pengadilan berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Pasal
47
(1) Keputusan RUPS
tentang pengurangan modal ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara penarikan
kembali saham atau penurunan nilai nominal saham.
Penjelasan : “Penarikan kembali
saham” berarti saham tersebut ditarik dari peredaran dalam rangka pengurangan
modal ditempatkan dan modal disetor.
(2) Penarikan kembali
saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap saham yang telah
dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan klasifikasi yang dapat
ditarik kembali.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“penarikan kembali saham” adalah penarikan kembali saham yang mengakibatkan penghapusan saham tersebut
dari peredaran.
(3) Penurunan nilai
nominal saham tanpa pembayaran kembali harus dilakukan secara seimbang terhadap
seluruh saham dari setiap klasifikasi saham.
(4) Keseimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikecualikan dengan persetujuan semua
pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi.
(5) Dalam hal terdapat
lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, keputusan RUPS tentang pengurangan modal
hanya boleh diambil setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari semua
pemegang saham dari setiap klasifikasi saham yang haknya dirugikan oleh
keputusan RUPS tentang pengurangan modal tersebut.
Bagian
Kelima
Saham
Pasal
48
(1) Saham Perseroan
dikeluarkan atas nama pemiliknya.
Penjelasan : Yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama
pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.
(2) Persyaratan
kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan
persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“instansi yang berwenang” adalah instansi yang berdasarkan undang undang berwenang
mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang tertentu,
misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi Perseroan di bidang perbankan, Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral berwenang mengawasi Perseroan di bidang energy dan
pertambangan.
(3) Dalam hal
persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan
dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat
menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam
kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan/atau anggaran
dasar.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham”, misalnya hak untuk dicatat
dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam
RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
Pasal
49
(1) Nilai saham harus
dicantumkan dalam mata uang rupiah.
(2) Saham tanpa nilai
nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran
saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal
50
(1) Direksi Perseroan
wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan alamat
pemegang saham;
b. jumlah, nomor,
tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam
hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
c. jumlah yang
disetor atas setiap saham;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“jumlah yang disetor” adalah paling sedikit sama dengan jumlah nilai nominal
saham
d. nama dan alamat
dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham
atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau
tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
e. keterangan penyetoran
saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Selain daftar
pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib
mengadakan dan
menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi
dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan
lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“daftar khusus” adalah salah satu sumber informasi mengenai
besarnya kepemilikan dan kepentingan
anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan pada Perseroan yang bersangkutan
atau Perseroan lain sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat
ditekan sekecil mungkin.
Yang dimaksud dengan “keluarganya”
adalah istri atau suami dan anak-anaknya.
(3) Dalam daftar
pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham.
(4) Daftar pemegang
saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disediakan
di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.
(5) Dalam hal peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
”tidak mengatur lain“ adalah bukan berarti tidak diadakan kewajiban untuk menyusun daftar pemegang saham
dan daftar khusus bagi Perseroan Terbuka, tetapi peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal dapat menentukan kriteria data yang
harus dimasukkan dalam daftar
pemegang saham dan daftar khusus.
Pasal
51
Pemegang saham
diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
Penjelasan : Pengaturan bentuk bukti
pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
Pasal
52
(1) Saham memberikan
hak kepada pemiliknya untuk:
a. menghadiri dan
mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. menerima
pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c. menjalankan hak
lainnya berdasarkan undang- undang ini.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang
saham atas nama pemiliknya.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi
saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam undang- undang ini.
(4) Setiap saham
memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.
Penjelasan : Berdasarkan ketentuan
ini, para pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak atas 1 (satu)
saham menurut kehendaknya sendiri.
(5) Dalam hal 1 (satu)
saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut
digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.
Pasal
53
(1) Anggaran dasar
menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“klasifikasi saham” adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang
sama.
(2) Setiap saham dalam
klasifikasi yang sama me mberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapat
lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu di
antaranya sebagai saham biasa.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan“saham biasa“ adalah saham yang mempunyai hak suara untuk
mengambil keputusan dalam RUPS
mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak
untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil
likuidasi. Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki
juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.
(4) Klasifikasi saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain:
Penjelasan : Bermacam-macam
klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut masing-
masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan
gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.
a. saham dengan
hak suara atau tanpa hak suara;
b. saham dengan
hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
c. saham yang
setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham
lain;
d. saham yang
memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari
pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
e. saham yang
memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang
saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Pasal
54
(1) Anggaran dasar
dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
Penjelasan : Pecahan saham hanya
dimungkinkan apabila diatur dalam anggaran dasar.
(2) Pemegang pecahan
nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang
pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal
saham lainnya yang klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu)
nominal saham dari klasifikasi tersebut.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) mutatis mutandis berlaku
bagi pemegang pecahan nilai nominal saham.
Pasal
55
Dalam anggaran
dasar Perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
56
(1) Pemindahan hak
atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“akta”, baik berupa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun akta bawah
tangan.
(2) Akta pemindahan
hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau salinannya disampaikan secara
tertulis kepada Perseroan.
(3) Direksi wajib
mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam
daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada
Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri” adalah
termasuk juga perubahan susunan pemegang saham yang disebabkan karena warisan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(4) Dalam hal
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri menolak
permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan
dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.
(5) Ketentuan mengenai
tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur
dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal
57
(1) Dalam anggaran
dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
a. keharusan
menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu
atau pemegang saham lainnya;
b. keharusan
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
c. keharusan
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas
saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“peralihan hak karena hukum”, antara lain peralihan hak karenavkewarisan atau
peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
Pasal
58
(1) Dalam hal anggaran
dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya
kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata
pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan
dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
(2) Setiap pemegang
saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kewajiban
menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku 1 (satu) kali.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“hanya berlaku 1 (satu) kali” adalah anggaran dasar Perseroan tidak boleh
menentukan menawarkan sahamnya lebih dari 1 (satu) kali sebelum menawarkan
kepada pihak ketiga.
Pasal
59
(1) Pemberian
persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan
atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling
lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima
permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak
memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan
hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal
pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan diberikan.
Pasal
60
(1) Saham merupakan
benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada
pemiliknya.
Penjelasan : Kepemilikan atas saham
sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada
pemiliknya. Hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap setiap orang.
(2) Saham dapat
diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam
anggaran dasar.
(3) Gadai saham atau
jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
Penjelasan : Ketentuan ini
dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat
mengetahui mengenai status saham
tersebut.
(4) Hak suara atas
saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang
saham.
Penjelasan : Ketentuan ini
menegaskan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan penga lihan hak suara
terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara
dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan
pemegang agunan.
Pasal
61
(1) Setiap pemegang
saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila
dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar
sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
Penjelasan : Gugatan yang diajukan
pada dasarnya memuat permohonan agar Perseroan menghentikan tindakan yang
merugikan tersebut dan mengambil langkah tertentu baik untuk mengatasi akibat
yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.
(2) Gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal
62
(1) Setiap pemegang
saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang
wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan
pemegang saham atau Perseroan, berupa:
a. perubahan
anggaran dasar;
b. pengalihan atau
penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh
persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“kekayaan bersih” adalah kekayaan bersih menurut neraca terbaru yang disahkan
dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.
c. penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
(3) Dalam hal saham
yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi batas
ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh
pihak ketiga.
BAB IV
RENCANA
KERJA, LAPORAN TAHUNAN, DAN PENGGUNAAN LABA
Bagian
Kesatu
Rencana
Kerja
Pasal
63
(1) Direksi menyusun
rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
(2) Rencana kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan Perseroan untuk
tahun buku yang akan datang.
Pasal
64
(1) Rencana kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan kepada Dewan Komisaris
atau RUPS sebagaimana
ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Anggaran dasar
dapat menentukan rencana kerja yang disampaikan oleh Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS,
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
”kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan menentukan lain bahwa persetujuan atas rencana kerja diberikan
oleh RUPS, maka anggaran dasar tidak dapat menentukan rencana kerja disetujui oleh
Dewan Komisaris atau sebaliknya. Demikian juga, apabila peraturan
perundangundangan menentukan bahwa rencana kerja harus mendapat persetujuan
dari Dewan Komisaris atau RUPS, maka anggaran dasar tidak dapat menentukan
bahwa rencana kerja cukup disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris atau
RUPS.
(3) Dalam hal anggaran
dasar menentukan rencana kerja harus mendapat persetujuan RUPS, rencana kerja
tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris.
Pasal
65
(1) Dalam hal Direksi
tidak menyampaikan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, rencana
kerja tahun yang lampau diberlakukan.
(2) Rencana kerja
tahun yang lampau berlaku juga bagi Perseroan yang rencana kerjanya belum memperoleh
persetujuan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedua
Laporan
Tahunan
Pasal
66
(1) Direksi
menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris
dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
(2) Laporan tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
a. laporan
keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru
lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun
buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan
atas laporan keuangan tersebut;
b. laporan
mengenai kegiatan Perseroan;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“laporan kegiatan Perseroan” adalah termasuk laporan tentang hasil atau kinerja
Perseroan.
c. laporan
pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d. rincian masalah
yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan “rincian
masalah” adalah termasuk sengketa atau perkara yang melibatkan Perseroan.
e. laporan
mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama
tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan
tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota
Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
(3) Laporan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi
keuangan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“standar akuntansi keuangan“ adalah standar yang ditetapkan oleh Organisasi
Profesi Akuntan Indonesia yang diakui Pemerintah Republik Indonesia
(4) Neraca dan laporan
laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
67
(1) Laporan tahunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota
Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan
dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa
oleh pemegang saham.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“penandatanganan laporan tahunan” adalah bentuk pertanggungjawaban anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam hal laporan keuangan Perseroan
diwajibkan diaudit oleh akuntan publik, laporan tahunan yang dimaksud adalah
laporan tahunan yang memuat laporan keuangan yang telah diaudit.
(2) Dalam hal terdapat
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan
alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam
surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“alasan secara tertulis” adalah agar RUPS dapat menggunakannya sebagai salah
satu bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.
Anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang tidak memberikan alasan, antara lain karena yang bersangkutan
telah meninggal dunia, alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat
tersendiri yang dilekatkan pada laporan tahunan.
(3) Dalam hal terdapat
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan secara
tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
Pasal
68
(1) Direksi wajib
menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit
apabila:
Penjelasan : Kewajiban untuk
menyerahkan laporan keuangan kepada akuntan publik untuk diaudit timbul dari
sifat Perseroan yang bersangkutan.
Kewajiban untuk menyerahkan laporan
keuangan kepada pengawasan ekstern dibenarkan dengan asumsi bahwa kepercayaan
masyarakat tidak boleh dikecewakan. Demikian juga halnya dengan Perseroan yang
untuk pembiayaannya mengharapkan dana dari pasar modal
a. kegiatan usaha
Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“kegiatan usaha Perseroan yang menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat“,
antara lain bank, asuransi, reksa dana.
b. Perseroan
menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“surat pengakuan utang“, antara lain obligasi.
c. Perseroan
merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan
merupakan persero;
Penjelasan : Lihat penjelasan Pasal 7
ayat (7) huruf a.
Pasal 7 ayat (7)
huruf a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“persero” adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan yang
modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam undang-undang tentang badan
usaha milik negara
e. Perseroan
mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
f. diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak
disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil
audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan
laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu) surat
kabar.
Penjelasan : Maksud pengumuman
tersebut adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan kepada masyarakat.
(5) Pengumuman neraca
dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan
besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Pasal
69
(1) Persetujuan
laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan
Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan
dan persetujuan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3) Dalam hal laporan
keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap
pihak yang dirugikan.
Penjelasan : Laporan keuangan yang
dihasilkan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban,
modal, dan hasil usaha dari Perseroan. Direksi dan Dewan Komisaris mempunyai
tanggung jawab penuh akan kebenaran isi laporan keuangan Perseroan.
(4) Anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Bagian
Ketiga
Penggunaan
Laba
Pasal
70
(1) Perseroan wajib
menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan.
Penjelasn : Yang dimaksud dengan
“laba bersih” adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi pajak.
(2) Kewajiban
penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan
mempunyai saldo laba yang positif.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“saldo laba yang positif” adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan
yang telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya
(3) Penyisihan laba
bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.
Penjelasan : Perseroan membentuk
cadangan wajib dan cadangan lainnya. Cadangan yang dimaksud pada ayat (1)
adalah cadangan wajib.
Cadangan wajib adalah jumlah
tertentu yang wajib disisihkan oleh Perseroan setiap tahun buku yang digunakan
untuk menutup kemungkinan kerugian Perseroan pada masa yang akan datang.
Cadangan wajib tidak harus selalu berbentuk uang tunai, tetapi dapat berbentuk
aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat dibagikan sebagai dividen.
Sedangkan yang dimaksud dengan “cadangan lainnya” adalah cadangan di luar
cadangan wajib yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan Perseroan,
misalnya untuk perluasan usaha, untuk pembagian dividen, untuk tujuan sosial,
dan lain sebagainya.
Ketentuan paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor dinilai sebagai
jumlah yang layak untuk cadangan wajib.
(4) Cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi
oleh cadangan lain.
Pasal
71
(1) Penggunaan laba
bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
Penjelasan : Keputusan RUPS pada
ayat ini harus memperhatikan kepentingan Perseroan dan kewajaran.
Berdasarkan keputusan RUPS tersebut
dapat ditetapkan sebagian atau seluruh laba bersih digunakan untuk pembagian
dividen kepada pemegang saham, cadangan, dan/atau pembagian lain seperti
tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk
karyawan.
Pemberian tansiem dan bonus yang
dikaitkan dengan kinerja Perseroan telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya.
(2) Seluruh laba
bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan
lain dalam RUPS.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
”seluruh laba bersih” adalah seluruh jumlah laba bersih dari tahun buku yang
bersangkutan setelah dikurangi akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku
sebelumnya.
(3) Dividen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai
saldo laba yang positif.
Penjelasan : Dalam hal laba bersih
Perseroan dalam tahun buku berjalan belum seluruhnya menutup akumulasi kerugian
Perseroan dari tahun buku sebelumnya, Perseroan tidak dapat membagikan dividen
karena Perseroan masih mempunyai saldo laba bersih negatif.
Pasal
72
(1) Perseroan dapat
membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang
diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(2) Pembagian dividen
interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah
kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan
dan disetor ditambah cadangan wajib.
(3) Pembagian dividen
interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengganggu atau
menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu
kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian dividen
interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan
Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3).
(5) Dalam hal setelah
tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang
telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.
Penjelasan : Contoh dividen interim
yang harus dikembalikan adalah sebagai berikut.
Dividen interim yang telah dibagikan
sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per saham. Perseroan menderita kerugian dan
tidak mempunyai saldo laba positif sehingga tidak ada dividen yang dibagikan.
Oleh karena itu, yang harus dikembalikan adalah Rp1.000,00 (seribu rupiah) per
saham.
Seandainya Perseroan menderita
kerugian, tetapi Perseroan mempunyai laba ditahan (retained earning) dan saldo
laba positif hingga, misalnya RUPS menetapkan dividen sebesar Rp200,00 (dua
ratus rupiah) per saham. Oleh karena, itu saham yang harus dikembalikan adalah
Rp1000,00 (seribu rupiah) dikurangi Rp200,00 (dua ratus rupiah) berarti
Rp800,00 (delapan ratus rupiah).
(6) Direksi dan Dewan
Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan,
dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana
dimaksud pada ayat (5).
Pasal
73
(1) Dividen yang tidak
diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk
pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan khusus.
(2) RUPS mengatur tata
cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Peenjelasan : Pengambilan dividen
yang dimaksud adalah jumlah nominal dividen tidak termasuk bunga.
(3) Dividen yang telah dimasukkan dalam
cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan tidak diambil
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan menjadi hak Perseroan.
Penjelasan : Jumlah dividen yang
tidak diambil dan menjadi hak Perseroan dibukukan dalam pos
pendapatan lain- lain dari
Perseroan.
BAB V
TANGGUNG
JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal
74
(1) Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
Penjelasan : Ketentuan ini bertujuan
untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan,
nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang
kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah
Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi
kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
(2) Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban
Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan” adalah
dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang
terkait.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan
pemerintah.
BAB VI
RAPAT
UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal
75
(1) RUPS mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas
yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Dalam forum RUPS,
pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan
dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara
rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
Penjelasan : Ketentuan pada ayat ini
dimaksudkan berkenaan dengan hak pemegang saham untuk memperoleh keterangan
berkaitan dengan mata acara rapat dengan tidak mengurangi hak pemegang saham
untuk mendapatkan keterangan lainnya berkaitan dengan hak pemegang saham yang
diatur dalam undang-undang ini, antara lain hak pemegang saha m untuk melihat daftar
pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4), serta
hak pemegang saham untuk mendapatkan bahan-bahan rapat segera setelah panggilan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4).
(3) RUPS dalam mata
acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham
hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat.
(4) Keputusan atas
mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
Pasal
76
(1) RUPS diadakan di
tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya
yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan
Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan
dicatatkan.
(3) Tempat RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di wilayah negara
Republik Indonesia.
(4) Jika dalam RUPS
hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham
menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)” adalah RUPS harus diadakan di
wilayah negara Republik Indonesia.
(5) RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut
disetujui dengan suara bulat.
Pasal
77
(1) Selain
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan
melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya
yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung
serta berpartisipasi dalam rapat.
(2) Persyaratan kuorum
dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana
diatur dalam
undang-undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah
rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“disetujui dan ditandatangani” adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik
atau secara elektronik.
Pasal
78
(1) RUPS terdiri atas
RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“RUPS lainnya” dalam praktik sering dikenal sebagai RUPS luar biasa.
(2) RUPS tahunan wajib
diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
berakhir.
(3) Dalam RUPS
tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).
(4) RUPS lainnya dapat
diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.
Pasal
79
(1) Direksi
menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan
RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan didahului pemanggilan
RUPS.
(2) Penyelenggaraan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan:
a. 1 (satu) orang
atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh)
atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
b. Dewan Komisaris.
(3) Permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat
disertai alasannya.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“alasan yang menjadi dasar permintaan diadakan RUPS”, antara lain karena
Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan atau masa jabatan anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris akan berakhir.
(4) Surat Tercatat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disampaikan oleh pemegang saham
tembusannya
disampaikan kepada Dewan Komisaris.
(5) Direksi wajib
melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas)
hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(6) Dalam hal Direksi
tidak melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
a. Permintaan
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diajukan
kembali kepada Dewan Komisaris; atau
b. Dewan Komisaris
melakukan pemanggilan sendiri RUPS, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(7) Dewan Komisaris
wajib melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a dalam
jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan
penyelenggaraan RUPS diterima.
(8) RUPS yang
diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.
(9) RUPS yang
diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(10) Penyelenggaraan
RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada ketentuan undang-undang ini sepanjang ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak menentukan lain.
Pasal
80
(1) Dalam hal Direksi
atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta
penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian
izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
(2) Ketua pengadilan
negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan
Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon
secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai
kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(3) Penetapan ketua
pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga ketentuan
mengenai:
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“penetapan pengadilan mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS” adalah khusus berlaku untuk RUPS
ketiga, sedangkan untuk RUPS pertama
dan RUPS kedua ketentuan kuorum kehadiran dan persyaratan pengambilan keputusan
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, dan
Pasal 89 atau anggaran dasar Perseroan. Yang dimaksud dengan “bentuk RUPS”
adalah RUPS tahunan atau RUPS lainnya.
a. bentuk RUPS,
mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu
pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat
pada ketentuan undang- undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah yang
mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(4) Ketua pengadilan
negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara
sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar
untuk diselenggarakannya RUPS.
(5) RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana
ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan ketua
pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalah bahwa atas penetapan
tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Ketentuan ini dimaksudkan agar
pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
(7) Dalam hal
penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
Penjelasan : Upaya hukum yang
dimungkinkan apabila penetapan pengadilan menolak permohonan adalah hanya upaya
hukum kasasi dan tidak dimungkinkan peninjauan kembali
(8) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan
persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk
penyelenggaraan RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal
81
(1) Direksi melakukan
pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan RUPS.
(2) Dalam hal
tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Dewan
Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri.
Penjelasan : Pemanggilan RUPS adalah
kewajiban Direksi. Pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris,
antara lain dalam hal Direksi tidak menyelenggarakan RUPS sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 79 ayat (6),
dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan kepentingan antara
Direksi dan Perseroan.
Pasal
82
(1) Pemanggilan RUPS
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal
RUPS.
Penjelasan : “Jangka waktu 14 (empat
belas) hari“ adalah jangka waktu minimal untuk memanggil rapat. Oleh karena
itu, dalam anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka waktu lebih singkat
dari 14 (empat belas) hari kecuali
untuk rapat kedua atau rapat ketiga sesuai dengan ketentuan undang- undang ini
(2) Pemanggilan RUPS
dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.
(3) Dalam panggilan
RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan
bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak
tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib
memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang
saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal
pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS
tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam
RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal
83
(1) Bagi Perseroan
Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman
mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
Penjelasan : Pengumuman dimaksudkan
untuk memberikan kesempatan kepada pemegang saham
mengusulkan kepada Direksi untuk
penambahan acara RUPS.
(2) Pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal
84
(1) Setiap saham yang
dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“kecuali anggaran dasar menentukan lain” adalah apabila anggaran dasar
mengeluarkan satu saham tanpa hak suara. Dalam hal anggaran dasar tidak
menentukan hal tersebut, dapat dianggap bahwa setiap saham yang dikeluarkan
mempunyai satu hak suara.
(2) Hak suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
Penjelasan : Dengan ketentuan ini
saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan tersebut, baik langsung maupun
tidak langsung, tidak mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan
kuorum.
a. saham Perseroan
yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“dikuasai sendiri” adalah dikuasai baik karena hubungan
kepemilikan, pembelian kembali
maupun karena gadai.
b. saham induk
Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak
langsung; atau
c. saham Perseroan
yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak
langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Pasal
85
(1) Pemegang saham,
baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan
menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham
tanpa hak suara.
(3) Dalam pemungutan
suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham
yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih
dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara
yang berbeda.
Penjelasan : Ketentuan pada ayat ini
merupakan perwujudan asas musyawarah unt uk mufakat yang diakui dalam
undang-undang ini. Oleh karena itu, suara yang berbeda (split voting)
tidak dibenarkan. Bagi Perseroan Terbuka suara berbeda yang dikeluarkan oleh
bank custodian atau perusahaan efek yang mewakili pemegang saham dalam dana
bersama (mutual fund) bukan merupakan suara yang berbeda sebagaimana
dimaksud pada ayat ini.
(4) Dalam pemungutan
suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang
bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan : Dalam menetapkan kuorum
RUPS, saham dari pemegang saham yang diwakili anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan karyawan Perseroan sebagai kuasa ikut dihitung,
tetapi dalam pemungutan suara mereka
sebagai kuasa pemegang saham tidak berhak mengeluarkan suara.
(5) Dalam hal pemegang
saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku
untuk rapat tersebut.
(6) Ketua rapat berhak
menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan
undang-undang ini dan anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap Perseroan
Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal
86
(1) RUPS dapat
dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali undang-undang dan/atau
anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
Penjelasan : Penyimpangan atas
ketentuan pada ayat ini hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan undang-undang
ini. Anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil
daripada kuorum yang ditentukan oleh
undang- undang ini.
(2) Dalam hal kuorum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan
RUPS kedua.
Penjelasan : Dalam hal kuorum RUPS
pertama tidak tercapai, rapat harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan
membuat notulen rapat yang menerangkan bahwa RUPS pertama tidak dapat dilanjutkan
karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diadakan pemanggilan RUPS yang
kedua.
(3) Dalam pemanggilan
RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak
mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam
RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum
yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum
RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat
memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS
ketiga.
Penjelasan : Dalam hal kuorum RUPS
kedua tidak tercapai, maka RUPS harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan
membuat notulen RUPS yang menerangkan bahwa RUPS kedua tidak dapat dilanjutkan
karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diajukan permohonan kepada
ketua pengadilan negeri untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS
ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak
mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan
oleh ketua pengadilan negeri.
Penjelasan : Dalam hal ketua
pengadilan negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili
ketua.
(7) Penetapan ketua
pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalah bahwa atas penetapan
tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
(8) Pemanggilan RUPS
kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga
dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling
lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Pasal
87
(1) Keputusan RUPS
diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang
disetujui oleh pemegang saham yang
hadir atau diwakili dalam RUPS.
(2) Dalam hal
keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu
per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang-undang
dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui
oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian” adalah bahwa usul dalam mata
acara rapat harus disetujui lebih dari ½ (satu perdua) jumlah suara yang
dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yang
memperoleh suara lebih dari ½ (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2
(dua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak harus diulang sehingga
salah satu usul atau calon mendapatkan suara lebih dari ½ (satu perdua) bagian.
Pasal
88
(1) RUPS untuk
mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum
kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan
RUPS kedua.
(3) RUPS kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam
rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adala h sah jika
disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran
dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan
Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal
89
(1) RUPS untuk
menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan
permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya,
dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4
(tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4
(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran
dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum
kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan
RUPS kedua.
(3) RUPS kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam
rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika
disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan
tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan
“kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar“ adalah lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat
ini, tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat (1).
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi
Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
Pasal
90
(1) Setiap
penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat
dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh
peserta RUPS.
Penjelasan : Penandatanganan oleh
ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari
dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran
isi risalah RUPS tersebut.
(2) Tanda tangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disya ratkan apabila risalah RUPS tersebut
dibuat dengan akta notaris.
Pasal
91
Pemegang saham
dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua
pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani usul yang bersangkutan.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan “pengambilan
keputusan di luar RUPS” dalam praktik dikenal
dengan usul keputusan yang diedarkan
(circular resolution).
Pengambilan keputusan seperti ini
dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan
cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua
pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang
saham.
Yang dimaksud dengan “keputusan yang
mengikat” adalah keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
keputusan RUPS.
BAB
VII
DIREKSI
DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian
Kesatu
Direksi
Pasal
92
(1) Direksi
menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan.
Penjelasan : Ketentuan ini
menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang, antara lain meliputi
pengurusan sehari-hari dari Perseroan
(2) Direksi berwenang
menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang
ini dan/ atau anggaran dasar.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “kebijakan yang dipandang tepat “ adalah kebijakan yang, antara lain
didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia
usaha yang sejenis
(3) Direksi Perseroan
terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang
kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan
Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal Direksi
terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang
pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan
wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Penjelasan : Direksi
sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan memahami dengan
jelas kebutuhan pengurusan Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak
menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya
penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.
Pasal
93
(1) Yang dapat
diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan
perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
Penjelasan : Jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah
berdasarkan putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap telah menyebabkan Perseroan
pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
a. dinyatakan
pailit;
b. menjadi anggota
Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena
melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan
dengan sektor keuangan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “sektor keuangan”, antara lain lembaga keuangan bank dan nonbank, pasar
modal, dan sektor lain yang berkaitan dengan penghimpunan dan pengelolaan dana
masyarakat.
(2) Ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi
teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat
yang disimpan oleh Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calon anggota Direksi
yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan surat dari instansi
yang berwenang berkenaan
dengan persyaratan ayat (2).
Pasal
94
(1) Anggota Direksi
diangkat oleh RUPS.
Penjelasan : Kewenangan
RUPS tidak dapat dilimpahkan kepada organ Perseroan lainnya atau pihak lain.
(2) Untuk pertama kali
pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Direksi
diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
Penjelasan : Persyaratan
pengangkatan anggota Direksi untuk “jangka waktu tertentu”, dimaksudkan anggota
Direksi yang telah berakhir masa jabatannya tidak dengan sendirinya meneruskan jabatannya
semula, kecuali dengan pengangkatan kembali berdasarkan keputusan RUPS. Misalnya
untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun atau 5 (lima) tahun sejak tanggal
pengangkatan, maka sejak berakhirnya jangka waktu tersebut mantan anggota
Direksi yang bersangkutan tidak berhak lagi bertindak untuk dan atas nama
Perseroan, kecuali setelah diangkat kembali oleh RUPS.
(4) Anggaran dasar
mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi
dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.
(5) Keputusan RUPS
mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga
menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS
tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi
tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib
memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam
daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “perubahan anggota Direksi” termasuk perubahan karena
pengangkatan kembali
anggota Direksi.
(8) Dalam hal
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak
setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri
oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “permohonan” adalah permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
Yang dimaksud dengan
“pemberitahuan” adalah pemberitahuan perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan pemberitahuan tentang data Perseroan lainnya
yang wajib diberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
(9) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi baru atas
pengangkatan dirinya sendiri.
Pasal
95
(1) Pengangkatan
anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan
Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
Penjelasan : Pengangkatan
anggota Direksi batal karena hukum sejak diketahuinya pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 oleh anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris
berdasarkan bukti yang sah dan kepada anggota Direksi yang bersangkutan diberitahukan
secara tertulis pada saat diketahuinya hal tersebut.
(2) Dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya
atau Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang
bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk
dicatat dalam daftar Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “anggota Direksi lainnya” adalah anggota Direksi di luar anggota Direksi
yang pengangkatannya batal dan mempunyai wewenang mewakili Direksi sesuai
dengan anggaran dasar. Jika
tidak terdapat anggota Direksi yang demikian itu, yang melaksanakan pengumuman
adalah Dewan Komisaris.
(3) Perbuatan hukum
yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi
tanggung jawab Perseroan.
(4) Perbuatan hukum
yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan menjadi
tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi
yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97
dan Pasal 104.
Pasal
96
(1) Ketentuan tentang
besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan
RUPS.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi” adalah besarnya gaji dan
tunjangan bagi setiap anggota Direksi.
(2) Kewenangan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris.
(3) Dalam hal
kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (2),
besarnya gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
keputusan rapat Dewan Komisaris.
Pasal
97
(1) Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
ayat (1).
(2) Pengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “penuh tanggung jawab” adalah memperhatikan Perseroan dengan saksama dan
tekun.
(3) Setiap anggota
Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila
yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi
terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi
tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan
pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai
benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil
tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian”
termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan
yang dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi.
(6) Atas nama
Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan
negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan.
Penjelasan : Dalam hal
tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang saham yang memenuhi
persyaratan sebagaimana
ditetapkan pada ayat ini dapat mewakili Perseroan untuk melakukan tuntutan atau
gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.
(7) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau
anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
Penjelasan : Gugatan yang
diajukan Dewan Komisaris adalah dalam rangka tugas Dewan Komisaris melaksanakan fungsi pengawasan atas pengurusan
Perseroan yang dilakukan oleh Direksi, untuk mengajukan gugatan tersebut Dewan
Komisaris tidak perlu bertindak bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya dan
kewenangan Dewan Komisaris tersebut tidak terbatas hanya dalam hal seluruh
anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan.
Pasal
98
(1) Direksi mewakili
Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(2) Dalam hal
anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan
adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
Penjelasan : Undang-undang
ini pada dasarnya menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap tiap anggota
Direksi berwenang me wakili Perseroan. Namun, untuk kepentingan Perseroan, anggaran
dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili oleh anggota Direksi tertentu
(3) Kewenangan Direksi
untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak
terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini,
anggaran dasar, atau keputusan RUPS.
(4) Keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud
“tidak boleh bertentangan dengan undang-undang”, misalnya RUPS tidak berwenang
memutuskan bahwa Direksi di dalam mengagunkan atau mengalihkan sebagian besar
aset Perseroan cukup dengan persetujuan Dewan Komisaris atau persetujuan RUPS dengan
kuorum kurang dari 3/4 (tiga perempat).
Yang dimaksud ‘tidak boleh
bertentangan dengan anggaran dasar”, misalnya anggaran dasar menentukan untuk
peminjaman uang di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), Direksi harus
mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris. RUPS tidak berwenang mengambil keputusan
bahwa untuk peminjaman uang di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Direksi
harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris tanpa terlebih dahulu mengubah ketentuan
anggaran dasar tersebut.
Pasal
99
(1) Anggota Direksi
tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:
a. terjadi perkara
di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi
yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
(2) Dalam hal terdapat
keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili Perseroan
adalah:
a. anggota Direksi
lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
b. Dewan Komisaris
dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan; atau
c. pihak lain yang
ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris
mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
Pasal
100
(1) Direksi Wajib:
a. membuat daftar
pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
Penjelasan : Daftar
pemegang saham dan daftar khusus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi memuat segala sesuatu yang dibicarakan
dan diputuskan dalam setiap rapat.
b. risalah rapat
Direksi;
c. membuat laporan
tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan; dan
Penkelasan : Yang dimaksud
dengan “dokumen Perseroan lainnya”, antara lain risalah rapat Dewan Komisaris,
perizinan Perseroan.
d. memelihara
seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.
(2) Seluruh daftar,
risalah, dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas permohonan
tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk
memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan
laporan tahunan.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal
101
(1) Anggota Direksi
wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi
yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk
selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
(2) Anggota Direksi
yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian Perseroan tersebut.
Penjelasan : Setiap
perolehan dan perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib dilaporkan. Laporan
Direksi mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (2).
Yang dimaksud dengan “
keluarganya “, lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).
Pasal
102
(1) Direksi wajib
meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan
kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan
jaminan utang kekayaan Perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh
persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih,
baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “kekayaan Perseroan” adalah semua barang baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, milik Perseroan.
Yang dimaksud dengan “dalam
1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak”
adalah satu transaksi atau lebih yang secara kumulatif mengakibatkan dilampauinya
ambang 50% (lima puluh persen).
Penilaian lebih dari 50%
(lima puluh persen) kekayaan bersih didasarkan pada nilai buku sesuai neraca
yang terakhir disahkan RUPS.
(2) Transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan
bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau
jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
Penjelasan : Berbeda dari
transaksi pengalihan kekayaan, tindakan transaksi penjaminan utang kekayaan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dibatasi jangka waktunya,
tetapi harus diperhatikan
adalah jumlah kekayaan Perseroan yang masih dalam penjaminan dalam kurun waktu
tertentu
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau
penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan
usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan, misalnya
penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat berharga antar
bank, dan penjualan barang dagangan (inventory) oleh perusahaan distribusi atau
perusahaan dagang.
(4) Perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat
Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk
menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
103
Direksi dapat
memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau
kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum
tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.
Penjelasan : Yang dimaksud
“kuasa” adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana
disebutkan dalam surat
kuasa.
Pasal
104
(1) Direksi tidak
berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan
Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal
kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat terjadi karena kesalahan atau kelalaian
Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan
dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit
tersebut.
(3) Tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah
atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi
tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan
pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai
benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil
tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi
dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Penjelasan : Untuk
membuktikan kesalahan atau kelalaian Direksi, gugatan diajukan ke pengadilan
niaga sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Pasal
105
(1) Anggota Direksi
dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan
alasannya.
Penjelasan : Keputusan RUPS
untuk memberhentikan anggota Direksi dapat dilakukan dengan alasan yang bersangkutan
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi yang ditetapkan dalam
undang-undang ini, antara lain melakukan tindakan yang merugikan Perseroan atau
karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS.
(2) Keputusan untuk
memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dalam hal
keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih
dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela
diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.
Penjelasan : Pembelaan diri
dalam ketentuan ini dilakukan secara tertulis
(4) Pemberian
kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan
dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.
(5) Pemberhentian
anggota Direksi berlaku sejak:
a. ditutupnya RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. tanggal
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
c. tanggal lain
yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
d. tanggal lain yang
ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal
106
(1) Anggota Direksi
dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan
alasannya.
Penjelasan : Mengingat
pemberhentian anggota Direksi oleh RUPS memerlukan waktu untuk pelaksanaannya,
sedangkan kepentingan Perseroan tidak dapat ditunda, Dewan Komisaris sebagai
organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.
(2) Pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada
anggota Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi
yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang
melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat
(1).
(4) Dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara
harus diselenggarakanRUPS.
Penjelasan : RUPS didahului
dengan panggilan RUPS yang dilakukan oleh organ Perseroan yang
memberhentikan sementara
tersebut.
(5) Dalam RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk
membela diri.
(6) RUPS mencabut atau
menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut.
(7) Dalam hal RUPS
menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang bersangkutan
diberhentikan untuk seterusnya.
(8) Dalam hal jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian
sementara tersebut menjadi batal.
(9) Bagi Perseroan
Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (8)
berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal
107
Dalam anggaran
dasar diatur ketentuan mengenai:
a. tata cara
pengunduran diri anggota Direksi;
Penjelasan : Tata cara
pengunduran diri anggota Direksi yang diatur dalam anggaran dasar dengan pengajuan
permohonan untuk mengundurkan diri yang harus diajukan dalam kurun waktu tertentu.
Dengan lampaunya kurun waktu tersebut, anggota Direksi yang bersangkutan berhenti
dari jabatannya tanpa memerlukan persetujuan RUPS.
b. tata cara
pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong; dan
c. pihak yang
berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota
Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.
Bagian
Kedua
DewanKomisaris
Pasal
108
(1) Dewan Komisaris
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada
Direksi.
(2) Pengawasan dan
pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan” adalah
bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris
tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan
Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Dewan Komisaris
terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih.
(4) Dewan Komisaris
yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap
anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan
keputusan Dewan Komisaris.
Penjelasan : Berbeda dari
Direksi yang memungkinkan setiap anggota Direksi bertindak sendiri-sendiri dalam
menjalankan tugas Direksi, setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak
sendiri-sendiri dalam
menjalankan tugas Dewan Komisaris, kecuali berdasarkan keputusan Dewan
Komisaris.
(5) Perseroan yang
kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan
Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.
Penjelasan : Perseroan yang
kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang
menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka
memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota Dewan Komisaris yang lebih besar
karena menyangkut kepentingan masyarakat
Pasal
109
(1) Perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan
Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
(2) Dewan Pengawas
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah
atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
(3) Dewan Pengawas
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat
dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal
110
(1) Yang dapat
diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap
melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya
pernah:
a. dinyatakan
pailit;
b. menjadi anggota
Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena
melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan
dengan sektor keuangan.
Penjelasan : Lihat
penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf c.
Yang dimaksud dengan
“sektor keuangan”, antara lain lembaga keuangan bank dan nonbank, pasar modal,
dan sektor lain yang berkaitan dengan penghimpunan dan pengelolaan dana
masyarakat.
(2) Ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi
teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan
surat yang
disimpan oleh Perseroan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calon anggota Dewan
Komisaris yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan surat
dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal
111
(1) Anggota Dewan
Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali
pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta
pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Dewan
Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar
mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan
Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS
mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris
juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
tersebut.
(6) Dalam hal RUPS
tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai
berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi
wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam
daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS
tersebut.
(8) Dalam hal
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak
setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang
disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.
Pasal
112
(1) Pengangkatan
anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota Dewan
Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan
tersebut.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “anggota Dewan Komisaris lainnya” adalah anggota Dewan
Komisaris di luar anggota
Dewan Komisaris yang pengangkatannya batal.
(2) Dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan
batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam surat
kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dala m daftar
Perseroan.
(3) Perbuatan hukum
yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal,
tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Dewan
Komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 dan Pasal 115.
Pasal
113
Ketentuan tentang
besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris
ditetapkan oleh
RUPS.
Pasal
114
(1) Dewan Komisaris
bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
108 ayat (1).
(2) Setiap anggota
Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab
dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota
Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
Penjelasan : Ketentuan pada
ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan Komisaris bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada Perseroan karena pengurusan
yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris tersebut ikut bertanggung
jawab sebatas dengan kesalahan atau kelalaiannya.
(4) Dalam hal Dewan
Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Dewan Komisaris.
(5) Anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan
pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentinganPerseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak mempunyai
kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atastindakan pengurusan
Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah
memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
(6) Atas nama
Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris
yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke
pengadilan negeri.
Pasal
115
(1) Dalam hal terjadi
kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan
pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan
tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut,
setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan
anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
(2) Tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris
yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(3) Anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan
tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai
kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. telah
memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Pasal
116
Dewan Komisaris
wajib:
a. membuat risalah
rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
Penjelasan : Risalah rapat
Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat
tersebut.
Yang dimaksud dengan
“salinannya” adalah salinan risalah rapat Dewan Komisaris karena asli risalah
tersebut dipelihara Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100.
b. melaporkan
kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan
tersebut dan Perseroan lain; dan
Penjelasan : Setiap
perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.
Yang dimaksud dengan
“keluarganya“, lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2). Yang dimaksud dengan “keluarganya”
adalah istri atau suami dan anak-anaknya.
c. memberikan
laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru
lampau kepada RUPS.
Penjelasan :
Laporan Dewan Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Pasal
117
(1) Dalam anggaran
dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk
memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum
tertentu.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “memberikan persetujuan” adalah memberikan persetujuan secara tertulis
dari Dewan Komisaris.
Yang dimaksud dengan
“bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi Direksi dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu.
Pemberian persetujuan atau
bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum
tertentu yang dimaksud ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan
(2) Dalam hal anggaran
dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan
hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan” adalah perbuatan hukum yang
dilakukan tanpa persetujuan Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar tetap mengikat Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad
baik.
Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat ini dapat mengakibatkan tanggung jawab pribadi anggota
Direksi sesuai dengan ketentuan undang- undang ini
Pasal
118
(1) Berdasarkan
anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan
pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Penjelasan : Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan
pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada.
Yang dimaksud dengan “dalam
keadaaan tertentu”, antara lain keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99
ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c
(2) Dewan Komisaris
yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan
pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai
hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Pasal
119
Ketentuan mengenai
pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 mutatis
mutandis berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.
Pasal
120
(1) Anggaran dasar
Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen
dan 1 (satu) orang Komisaris Utusan.
(2) Komisaris
independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS
dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris lainnya.
Penjelasan : Komisaris
Independen ya ng ada di dalam pedoman tata kelola Perseroan yang baik (code
of good corporate governance) adalah “Komisaris dari pihak luar”.
(3) Komisaris utusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota Dewan Komisaris yang
ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
(4) Tugas dan wewenang
Komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan
tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi
tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.
Pasal
121
(1) Dalam menjalankan
tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat
membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “komite”, antara lain komite audit, komite remunerasi, dan komite nominasi.
(2) Komite sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
BAB
VIII
PENGGABUNGAN,
PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN,DAN PEMISAHAN
Pasal
122
(1) Penggabungan dan
Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri
berakhir karena hukum.
(2) Berakhirnya
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih
dahulu.
(3) Dalam hal
berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
a. aktiva dan
pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum
kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham
Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang
saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
c. Perseroan yang
menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal
Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Pasal
123
(1) Direksi Perseroan
yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun
rancangan
Penggabungan.
(2) Rancangan
Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurangkurangnya:
a. nama dan tempat
kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan serta
penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan
Penggabungan;
c. tata cara
penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham
Perseroan yang menerima Penggabungan;
Penjelasan : Dalam tata
cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang
menggabungkan diri serta harga wajar saham dari Perseroan yang menerima
Penggabungan untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka
konversi saham.
d. rancangan
perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
Penjelasan : Rancangan
perubahan anggaran dasar dalam hal ini hanya diwajibkan sebagai bagian dari usulan
apabila Penggabungan tersebut menyebabkan adanya perubahan anggaran dasar
e. laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga)
tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “3 (tiga) tahun buku terakhir dari Perseroan” adalah yang
keseluruhannya mencakup 36
(tiga puluh enam) bulan.
f. rencana
kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
g. neraca proforma
Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia;
h. cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara
penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak
ketiga.
j. cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k. nama anggota
Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota
Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l. perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan
mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan;
n. kegiatan utama
setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama
tahun buku yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah
yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
(3) Rancangan
Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan
Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing masing untuk
mendapat persetujuan.
(3) Bagi Perseroan
tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam
undang-undang ini,
perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan
Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “Perseroan tertentu” adalah Perseroan yang mempunyai bidang usaha
khusus, antara lain lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Yang
dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain Bank Indonesia untuk
Penggabungan Perseroan perbankan
Pasal
124
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan
yang akan
meleburkan diri.
Pasal
125
(1) Pengambilalihan
dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau
akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang
saham.
Penjelasan :
Pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal ini tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Pengambilalihan
dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(3) Pengambilalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal
Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum
melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang
memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal
Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan
maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan
diambil alih.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “pihak yang akan mengambil alih” adalah Perseroan, badan hokum lain yang
bukan Perseroan, atau orang perseorangan
(6) Direksi Perseroan
yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan
Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat
kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan
diambil alih;
b. alasan serta
penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan
yang akan diambil alih;
c. laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku
terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan
diambil alih;
d. tata cara
penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham
penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
Penjelasan : Dalam tata
cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang diambil alih
serta harga wajar saham penukarnya untuk menentukan perbandingan penukaran
saham dalam rangka konversi saham.
e. jumlah saham
yang akan diambil alih;
f. kesiapan
pendanaan;
g. neraca
konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan
yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i. cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan
dari Perseroan yang akan diambil alih;
j. perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa
pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k. rancangan
perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal
pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.
Penjelasan : Pengambilalihan
saham Perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan
membuat rancangan Pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui
perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang
saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih.
(8) Pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran
dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan
perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Pasal
126
(1) Perbuatan hukum
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan
kepentingan:
a. Perseroan,
pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b. kreditor dan
mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan
persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Penjelasan : Ketentuan ini
menegaskan bahwa Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak
dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya, dalam
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga dicegah
kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan
masyarakat.
(2) Pemegang saham
yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
Penjelasan : Pemegang saham
yang tidak menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan
berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai dengan harga wajar
saham dari Perseroan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf
c dan Pasal 125 ayat (6) huruf d.
(3) Pelaksanaan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal
127
(1) Keputusan RUPS
mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila
diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan
wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar
dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Penjelasan : Pengumuman
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan
agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika mereka
merasa kepentingannya dirugikan
(3) Pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai
tanggal RUPS diselenggarakan.
(4) Kreditor dapat
mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14
(empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan
rancangan tersebut.
(5) Apabila dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kreditor tidak mengajukan keberatan,
kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(6) Dalam hal
keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal diselenggarakan
RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan
dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(7) Selama
penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) mutatis
mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan
langsung dari pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
125.
Pasal
128
(1) Rancangan Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan
ke dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang
dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
(2) Akta
pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan
dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(3) Akta peleburan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan akta pendirian
Perseroan hasil Peleburan.
Pasal
129
(1) Salinan akta
Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:
a. pengajuan
permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1); atau
b. penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal
Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan
harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
Pasal
130
Salinan akta
Peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan
menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat
(4).
Pasal
131
(1) Salinan akta
Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal
Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, Salinan akta
pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada
Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.
Pasal
132
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku juga bagi
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal
133
(1) Direksi Perseroan
yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib
mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya
Penggabungan atau Peleburan.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Direksi dari Perseroan
yang sahamnya diambil alih.
Penjelasan : Pengumuman dimaksudkan agar
pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau
Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman
wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal:
a. persetujuan Menteri atas
perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b. pemberitahuan diterima
Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar;
dan
c. pengesahan Menteri atas
akta pendirian Perseroan dalam hal terjadi Peleburan.
Pasal
134
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Perseroan diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal
135
(1) Pemisahan dapat
dilakukan dengan cara:
a. Pemisahan
murni; atau
b. Pemisahan tidak
murni.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “pemisahan tidak murni” lazim disebut spin off.
(2) Pemisahan murni
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva dan
pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih
yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut
berakhir karena hukum.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “beralih karena hukum” adalah beralih berdasarkan titel umum sehingga
tidak diperlukan akta peralihan.
(3) Pemisahan tidak
murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan sebagian aktiva
dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau
lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut
tetap ada.
Pasal
136
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Pemisahan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
137
Dalam hal
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain,
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII berlaku juga bagi Perseroan
Terbuka.
BAB IX
PEMERIKSAAN
TERHADAP PERSEROAN
Pasal
138
(1) Pemeriksaan
terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan
dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan
melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak
ketiga; atau
b. anggota Direksi
atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan
atau pemegang saham atau pihak ketiga.
Penjelasan : Sebelum
mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan, pemohon telah meminta secara langsung kepada Perseroan
mengenai data atau keterangan yang dibutuhkannya.
Dalam hal Perseroan menolak
atau tidak memperhatikan permintaan tersebut, ketentuan ini memberikan upaya
yang dapat ditempuh oleh pemohon.
(2) Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan
secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan Perseroan.
(3) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:
a. 1 (satu)
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. pihak lain yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau
perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan;
atau
c. kejaksaan untuk
kepentingan umum.
(4) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih dahulu
meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan
data atau keterangan tersebut.
(5) Permohonan
untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan
untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang
wajar dan itikad baik.
(6) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (4) tidak
menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
menentukan lain.
Pasal
139
(1) Ketua pengadilan
negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 138.
(2) Ketua pengadilan
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan
tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak dilakukan dengan
itikad baik.
(3) Dalam hal
permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan
dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan
dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “ahli” adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidang yang akan diperiksa.
(4) Setiap anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, konsultan, dan akuntan
publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan Perseroan
yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “semua dokumen” adalah semua buku, catatan, dan surat yang
berkaitan dengan kegiatan
Perseroan
(6) Setiap anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib memberikan
segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Pasal
140
(1) Laporan hasil
pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 kepada
ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam penetapan
pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua pengadilan
negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon dan
Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.
Penjelasan : Berdasarkan
laporan hasil pemeriksaan pada ayat ini, pemohon dapat menentukan sikap lebih lanjut
terhadap Perseroan.
Pasal
141
(1) Dalam hal
permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri menentukan
jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
Penjelasan : Dalam
menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, ketua pengadilan negeri mendasarkannya
atas tingkat keahlian pemeriksa dan batas kemampuan Perseroan serta ruang
lingkup Perseroan.
(2) Biaya pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Perseroan.
(3) Ketua pengadilan
negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan penggantian seluruh atau
sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemohon,
anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris.
Penjelasan : Pembebanan
penggantian biaya dimaksud ditetapkan oleh pengadilan dengan memperhatikan hasil
pemeriksaan.
BAB X
PEMBUBARAN,
LIKUIDASI, DAN BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN
Pasal
142
(1) Pembubaran
Perseroan terjadi:
a. berdasarkan
keputusan RUPS;
b. karena jangka
waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
c. berdasarkan
penetapan pengadilan;
d. dengan
dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya
kepailitan;
e. karena harta
pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi
sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang; atau
f. karena
dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan
likuidasi” adalah ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha dalam
bidang lain setelah izin usahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin
usaha perasuransian.
(2) Dalam hal terjadi
pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
Penjelasan : Berbeda dari
bubarnya Perseroan sebagai akibat Penggabungan dan Peleburan yang tidak perlu
diikuti dengan likuidasi, bubarnya Perseroan berdasarkan ketentuan ayat (1) harus
selalu diikuti dengan likuidasi.
a. wajib diikuti
dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “likuidasi yang dilakukan oleh kurator” adalah likuidasi yang khusus dilakukan
dalam hal Perseroan bubar berdasarkan ketentuan ayat (1) huruf e.
b. Perseroan tidak
dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua
urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
(3) Dalam hal
pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan
dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan
keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak
selaku likuidator.
(4) Dalam hal
pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator
dengan memperhatikan ketentuan dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
(5) Dalam hal
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilanggar, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng.
(6) Ketentuan mengenai
pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban,
tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku bagi likuidator.
Penjelasan : Dengan
pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota Direksi dan Dewan
Komisaris diberhentikan, kecuali RUPS yang memberhentikan.
Yang berwenang untuk
melakukan pemberhentian sementara likuidator dan pengawasan terhadapnya adalah
Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar
Pasal
143
(1) Pembubaran
Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai
dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh
RUPS atau pengadilan.
Penjelasan : Karena
Perseroan yang dibubarkan masih diakui sebagai badan hukum, Perseroan dapat dinyatakan
pailit dan likuidator selanjutnya digantikan oleh kurator.
Pernyataan pailit tidak
mengubah status Perseroan yang telah dibubarkan dan karena itu Perseroan harus
dilikuidasi
(2) Sejak saat
pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi”
di belakang nama Perseroan.
Pasal
144
(1) Direksi, Dewan
Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit
1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat
mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS
tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(3) Pembubaran
Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
Pasal
145
(1) Pembubaran
Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang
ditetapkan dalam
anggaran dasar berakhir.
(2) Dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan
berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
(3) Direksi tidak
boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka waktu
berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
Pasal
146
(1) Pengadilan negeri
dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan
kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan
melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
b. permohonan
pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta
pendirian;
c. permohonan
pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak
mungkin untuk dilanjutkan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan”, antara lain:
a. Perseroan tidak
melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang
dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak;
b. dalam hal sebagian besar
pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui
iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS;
c. dalam hal perimbangan
pemilikan saham dalam Perseroan demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat
mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham memiliki
masing-masing 50% (lima puluh persen) saham; atau
d. kekayaan Perseroan telah
berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin
lagi melanjutkan kegiatan usahanya.
(2) Dalam penetapan
pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.
Pasal
147
(1) Dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan,
likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada semua
kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran
Perseroan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran
Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam
likuidasi.
Penjelasan : Penghitungan
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dimulai sejak tanggal:
a. pembubaran oleh RUPS
karena Perseroan dibubarkan oleh RUPS; atau
b. penetapan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena Perseroan dibubarkan
berdasarkan penetapan pengadilan.
(2) Pemberitahuan
kepada kreditor dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a. pembubaran
Perseroan dan dasar hukumnya;
b. nama dan alamat
likuidator;
c. tata cara pengajuan
tagihan; dan
d. jangka waktu
pengajuan tagihan.
(3) Jangka waktu
pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Penjelasan : Penghitungan
jangka waktu 60 (enam puluh) hari dimulai sejak tanggal pengumuman pemberitahuan
kepada kreditor yang paling akhir, misalnya pengumuman dalam surat kabar tanggal
1 Juli 2007, pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 3 Juli 2007,
maka tanggal pengumuman yang paling akhir dimaksud adalah pada tanggal 3 Juli 2007.
(4) Pemberitahuan
kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi
dengan bukti:
a. dasar hukum
pembubaran Perseroan; dan
b. pemberitahuan
kepada kreditor dalam surat kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
Pasal
148
(1) Dalam hal
pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(2) Dalam hal
likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), likuidator
secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
pihak ketiga.
Pasal
149
(1) Kewajiban
likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi
meliputi pelaksanaan:
a. pencatatan dan
pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
b. pengumuman
dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian
kekayaan hasil likuidasi;
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “dalam rencana pembagian kekayaaan hasil likuidasi”, termasuk rincian
besarnya utang dan rencana pembayarannya
c. pembayaran
kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa
kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan lain
yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan ‘tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan”,
antara lain mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar daripada
kekayaan Perseroan
(2) Dalam hal
likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan,
likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan
menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya,
menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
(3) Kreditor dapat
mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka
waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal
pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator,
kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal
150
(1) Kreditor yang
mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
penolakan.
(2) Kreditor yang
belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1).
(3) Tagihan yang
diajukan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam hal
terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
(4) Dalam hal sisa
kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat
tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri memerintahkan
likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan
kepada pemegang saham.
(5) Pemegang saham
wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah
tagihan.
Pasal
151
(1) Dalam hal
likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
149, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua
pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan
likuidator lama.
(2) Pemberhentian likuidator
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah yang bersangkutan
dipanggil untuk didengar keterangannya.
Pasal
152
(1) Likuidator
bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi
Perseroan yang dilakukan.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “likuidator bertanggung jawab” adalah likuidator harus memberikan laporan
pertanggungjawaban atas likuidasi yang dilakukan.
(2) Kurator
bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang
dilakukan.
(3) Likuidator wajib
memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi
dalam surat kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator
atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga bagi kurator yang pertanggungjawabannya
telah diterima oleh hakim pengawas.
(5) Menteri mencatat
berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari
daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(4) dipenuhi.
(6) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi berakhirnya status badan hukum
Perseroan karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
(7) Pemberitahuan dan
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban
likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.
(8) Menteri
mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
BAB XI
BIAYA
Pasal
153
Ketentuan mengenai
biaya untuk:
a. memperoleh
persetujuan pemakaian nama Perseroan;
b. memperoleh
keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
c. memperoleh
keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
d. memperoleh
informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan;
e. pengumuman yang
diwajibkan dalam undang-undang ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
f. memperoleh
salinan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan atau persetujuan
perubahan anggaran dasar Perseroan diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB
XII
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal
154
(1) Bagi Perseroan
Terbuka berlaku ketentuan undang-undang ini jika tidak diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Penjelasan : Pada dasarnya
terhadap Perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal, misalnya
Perseroan Terbuka atau bursa efek berlaku ketentuan dalam undang- undang ini.
Namun, mengingat kegiatan
Perseroan tersebut mempunyai sifat tertentu yang berbeda dari Perseroan pada
umumnya, perlu dibuka kemungkinan adanya pengaturan khusus terhadap Perseroan tersebut.
Pengaturan khusus dimaksud,
antara lain mengenai sistem penyetoran modal, hal yang berkaitan dengan
pembelian kembali saham Perseroan, dan hak suara serta penyelenggaraan RUPS.
(2) Peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan undang-undang
ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam undang undang ini.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “asas hukum Perseroan” adalah asas hukum yang berkaitan dengan hakikat
Perseroan dan Organ Perseroan.
Pasal
155
Ketentuan mengenai
tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya
yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam
undang-undang tentang Hukum Pidana.
Pasal
156
(1) Dalam rangka
pelaksanaan dan perkembangan undang-undang ini dibentuk tim ahli pemantauan
hukum Perseroan.
(2) Keanggotaan tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. pemerintah;
b.
pakar/akademisi;
c. profesi; dan
d. dunia usaha.
(3) Tim ahli berwenang
mengkaji akta pendirian dan perubahan anggaran dasar yang diperoleh atas
inisiatif sendiri dari tim atau atas permintaan pihak yang berkepentingan,
serta memberikan pendapat atas hasil kajian tersebut kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim ahli diatur
dengan peraturan menteri.
BAB
XIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
157
(1) Anggaran dasar
dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran
dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam
daftar perusahaan sebelum undang- undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak
bertentangan dengan undang- undang ini.
(2) Anggaran dasar
dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar
yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat
undangundang
ini mulai berlaku,
wajib disesuaikan dengan undang-undang ini.
(3) Perseroan yang
telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundangundangan, dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun setelah berlakunya undang-undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya
dengan ketentuan undang-undang ini.
Penjelasan : Yang dimaksud
dengan “Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan” adalah Perseroan yang berstatus badan hukum yang
didirikan berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas
(4) Perseroan yang
tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan
kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Pasal
158
Pada saat
undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan
ketentuan undang-undang ini.
Penjelasan : Berdasarkan
ketentuan ini, kepemilikan saham oleh Perseroan lain tersebut harus sudah dialihkan
kepada pihak lain yang tidak terkena larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
BAB
XIV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
159
Peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
undang- undang ini.
Pasal
160
Pada saat
undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
161
Undang-undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 16
Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO
BAMBANGYUDHOYONO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 16
Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 106
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4756.