Pemerintah memperhatikan dan
memberikan perlakuan khusus kepada penyandang disabilitas (setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak (pasal 1 angka 1 UU No 8 tahun 2016)) yang diatur
dalam pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 yang
berbunyi “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan”. Penyandang disabilitas juga di lindungi Hak asasi manusianya
didalam pasal 41 ayat (2) UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi “setiap penyandang cacat, orang
yang berusia lanjut, wanita hamil dan anak – anak, berhak memperoleh kemudahan
dan perlakuan khusus”. Terakhir pada tanggal 15 April 2016 Presiden
Republik Indonesia telah mengesahkan dan memberlakukan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
Pada bagian kedua di dalam UU Nomor 8 tahun 2016 tersebut
mengatur mengenai keadilan dan
perlindungan khusus kepada penyandang disabilitas dimulai dari pasal 28 hingga
pasal 39 yang berbunyi sebagai berukut :
Pasal 28 : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menjamin dan melindungi hak penyandang disabilitas sebagai subyek hukum untuk
melakukan tindakan hukum yang sama dengan lainnya
Pasal 29 : pemerintah dan pemerintah daerah
wajib menyediakan bantuan hukum kepada penyandang disabilias dalam setiap
pemeriksaan pada setiap lembaga penegak hukum dalam hal keperdataan dan/atau
pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Pasal 30 :
(1) Penegak hukum
sebelum memeriksa penyandang disabilitas wajib meminta pertimbangan atau saran
dari :
a. Dokter atau tenaga kesehatan lainnya mengenai
kondisi kesehatan;
b. Psikolog
atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan; dan/atau
c. Pekerja sosial
mengenai kondisi psikososial
(2) Dalam hal
pertimbangan atau saran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memungkinkan
dilakukan pemeriksaan, maka dilakukan penundaan hingga waktu tertentu.
(penjelasan
yang dimaksud dengan “penundaan
hingga waktu tertentu” adalah penundaan pemeriksaan untuk pengambilan
keterangan yang waktunya ditentukan oleh aparat penegak hukum berdasarkan
pertimbangan dokter atau tenaga kesehatan lainnya, psikolog atau psikiater,
dan/atau pekerja sosial)
Pasal 31 : penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan
terhadap anak penyandang disabilitas wajib mengizinkan kepada orang tua atau
keluarga anak dan pendamping atau penterjemah untuk mendampingi anak penyandang
disabilitas
Pasal 32 : penyandang
disabilitas data dinyatakan tidak cakap berdasarkan penetapan pengadilan negeri
Pasal 36 :
(1) Lembaga penegak
hukum wajib menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam
proses peradilan.
(2) Ketentuan
mengenai akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses
peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah
Pasal 37 :
(1) Rumah tahanan
Negara dan lembaga pemasyarakatan wajib menyediakan unit layanan disabilitas.
(2) Unit
layanan disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi :
a. Menyediakan
pelayanan masa adaptasi bagi tahanan penyandang disabilitas selama 6 (enam)
bulan;
b. Menyediakan
kebutuhan khusus, termasuk obat-obatan yang melekat pada penyandang disabilitas
dalam masa tahanan dan pembinaan; dan
c. Menyediakan
layanaan rehabilitasi untuk penyandang disabilitas mental
Pasal 38 : pembantaran terhadap
penyandang disabilitas mental wajib ditempatkan dalam layanan rumah sakit jiwa
atau pusat rehabilitasi
(penjelasan yang dimaksud dengan
“pembantaran” adalah pnundaan penahanan sementara terhadap tersangka/terdakwa karena
alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan/rawat inap) yang dikuatkan dengan
keterangan dokter.
Pasal 39
(1) Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib melakukan sosialisasi perlindungan hukum kepada
masyarakat dan aparatur negara tentang perlindungan penyandang disabilitas
(2) Sosialisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.
Pencegahan ;
b.
Pengenalan tindak pidana; dan
c.
Laporan dan pengaduan kasus eksploitasi,
kekerasan dan pelecehan.
Atas ketentuan dan perhatian
khusus yang diberikan oleh pemerintah dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016
tersebut, maka sudah sepatutnya bagi kami
tim penasehat hukum atas terdakwa penyandang disabilitas, Jaksa penuntut
umum yang gigih dan cermat dalam meyusun dakwaan dan tuntutan dalam perkara ini
dan majelis hakim yang mulia, sudah sepatutnya kita yang sehat secara jasmani
dan rohani ini memperhatikan kondisi dan keadaan terdakwa yang sepatutnya
mendapatkan pelakuan khusus dan menjalankan proses hukum sesuai dengan amanat
dalam pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kemanan dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis”.
Atas ketentuan diatas semoga bisa
menjadi perhatian khusus bagi para penegak hukum yang menangani kaum difabel yang
berhadapan dengan hukum agar tidak melanggar undang undang dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum di
seluruh tingkat dan proses pemeriksaan perkara dikarenakan tidak memberikan
perlakuan khusus kepada kaum difabel yang berhadapan dengan hukum dan
menyamaratakan proses hukum bagi kaum difabel dengan yang manusia normal
lainnya dihadapan hukum.